Wacana
yang berkembang di masyarakat terkait Kurikulum 2013 sangat marak. Ada
berbagai persepsi dan kritik yang berkembang dan perlu dihargai sebagai
bagian dari proses pematangan kurikulum yang sedang disusun.
Terlepas
dari cemooh ”ganti menteri ganti kurikulum”, kurikulum memang harus
senantiasa berubah seiring perubahan dalam berbagai bidang kehidupan.
Kritik dari kalangan industri justru diarahkan pada keengganan dunia
pendidikan untuk merespons perubahan dalam masyarakat dan
mentransformasi diri.
Selama era reformasi, ini adalah ketiga
kalinya kurikulum ditelaah dan dikembangkan dalam skala nasional setelah
Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004 dan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan 2006. Publik sedang menantikan perubahan seperti apa
dan apa yang akan ditawarkan dalam kurikulum baru serta dampak apa yang
bisa diharapkan pada keluaran sistem pendidikan ke depan, sebagai akibat
dari intervensi pemerintah melalui pengembangan kurikulum ini.
Substansi perubahanYang
ramai diperbincangkan di media massa terkait perubahan kurikulum adalah
pengurangan mata pelajaran dan penambahan jam belajar. Secara mendasar,
ada empat elemen perubahan dalam Kurikulum 2013, yakni Standar
Kompetensi Lulusan, Standar Isi (kompetensi inti dan kompetensi dasar),
Standar Proses, dan Standar Penilaian.
Penyempurnaan Standar
Kompetensi Lulusan memperhatikan pengembangan nilai, pengetahuan, dan
keterampilan secara terpadu dengan fokus pada pencapaian kompetensi.
Pada setiap jenjang pendidikan, rumusan empat kompetensi inti
(penghayatan dan pengamalan agama, sikap, keterampilan, dan pengetahuan)
menjadi landasan pengembangan kompetensi dasar pada setiap kelas.
Perubahan Standar Isi dari kurikulum sebelumnya yang mengembangkan
kompetensi dari mata pelajaran menjadi fokus pada kompetensi yang
dikembangkan menjadi mata pelajaran melalui pendekatan
tematik-integratif (Standar Proses).
Perubahan pada Standar
Proses berarti perubahan strategi pembelajaran. Guru wajib merancang dan
mengelola proses pembelajaran aktif yang menyenangkan. Peserta didik
difasilitasi untuk mengamati, menanya, mengolah, menyajikan,
menyimpulkan, dan mencipta.
Perubahan Struktur Kurikulum telah
memancing reaksi pro-kontra terkait pengintegrasian mata pelajaran IPA
dan IPS dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKn), Bahasa Indonesia, dan Matematika pada jenjang SD. Integrasi
kompetensi dasar yang biasanya diwadahi dalam mata pelajaran IPA dan IPS
ke dalam mata pelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia menuntut guru
terus mengembangkan kompetensi profesional dan pedagogi mereka agar
proses pembelajaran tematik-integratif bisa mengantar peserta didik
mencapai standar kompetensi lulusan.
Sebagai bagian penting dalam
rangkaian desain kurikulum, Standar Penilaian pun seyogianya berubah
pula di kemudian hari. Penilaian yang mengukur hanya hasil pencapaian
kompetensi harus bergeser menjadi penilaian otentik yang mengukur
kompetensi sikap, keterampilan, serta pengetahuan berdasarkan hasil dan
proses.
Pengembangan Kurikulum 2013 ini merupakan pekerjaan besar
yang melibatkan banyak orang, mulai dari Wakil Presiden, para birokrat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta kementerian lain yang
terkait, akademisi, budayawan, agamawan, ilmuwan, pengembang kurikulum,
dan guru.
Proses pengembangan kurikulumProses
panjang dan intensif dalam pengembangan Kurikulum 2013 meramu dan
mengolah Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, dan
Standar Penilaian. Tentu saja adu argumentasi di antara anggota tim
pengarah, tim inti, dan tim teknis pengembangan selama proses tidak bisa
dihindari dan justru memperkaya dan mematangkan desain kurikulum yang
baru.
Selanjutnya, rangkaian kegiatan uji publik yang sudah
dijadwalkan mulai dari Kamis, 29 November, dan selama bulan Desember
2012 di sejumlah kota diharapkan bisa melibatkan para pemangku
kepentingan dan menampung berbagai aspirasi dari masyarakat. Dalam era
demokrasi, partisipasi dan keterlibatan publik akan meningkatkan rasa
kepemilikan terhadap kurikulum baru ini.
Rasa kepemilikan ini
akan mendorong keberhasilan pencapaian tujuan kurikulum dengan lebih
efektif dibandingkan dengan imposisi dari otoritas pendidikan terhadap
satuan pendidikan dan masyarakat. Tentu saja, rancangan Kurikulum 2013
tidak mungkin memuaskan semua pihak secara optimal. Demikian pula, tidak
semua anggota masyarakat yang mempunyai aspirasi terhadap sistem
pendidikan nasional bisa dilibatkan dalam kegiatan uji publik. Di negara
yang sedang memperjuangkan dan memelihara demokrasi, ada banyak saluran
penyampaian aspirasi di luar kegiatan uji publik.
Kecemasan dan
kritik lewat media massa bisa dianggap sebagai bentuk kepedulian dan
keterlibatan masyarakat terhadap sistem pendidikan nasional. Masukan
yang diharapkan dari publik mencakup— tetapi tidak terbatas
pada—perspektif tentang kompetensi inti yang melandasi penjabaran
kompetensi dasar pada setiap jenjang, struktur kurikulum,
pengintegrasian IPA dan IPS pada jenjang SD, penambahan jam belajar,
penghapusan penjurusan di SMA, serta optimalisasi potensi keberhasilan
kurikulum.
Dalam teori kurikulum, keberhasilan suatu kurikulum
merupakan proses panjang, mulai dari kristalisasi berbagai gagasan dan
konsep ideal tentang pendidikan, perumusan desain kurikulum, persiapan
pendidik dan tenaga kependidikan serta sarana dan prasarana, tata kelola
pelaksanaan kurikulum—termasuk pembelajaran —dan penilaian pembelajaran
dan kurikulum. Dalam konteks ini, keberhasilan ditentukan oleh komitmen
pemegang otoritas pendidikan di tingkat daerah, pengembangan kapasitas
guru, dan desain penilaian belajar siswa.
Apakah Kurikulum 2013
ini akan memenuhi harapan masyarakat dan berperan dalam peningkatan mutu
pendidikan di Indonesia? Masih perlu komitmen dan kerja keras para
pembuat kebijakan dan pemegang otoritas pendidikan di tingkat nasional
dan daerah, kepercayaan dan dukungan para pemangku kepentingan.
Anita Lie Anggota Tim Inti Pengembangan Kurikulum; Guru Besar Unika Widya Mandala, Surabaya
Editor :
Caroline Damanik