Orang-orang Indonesa yang terkenal keramahannya sepertinya sudah harus siap-siap kehilangan identitas keramahannya. Walaupun baru-baru ini Lonely Planet mengeluarkan daftar “Negara-negara Teramah di Dunia” yang diambil dari buku Lonely Planet edisi “1000 Ultimate Experiences”, dimana diantaranya Indonesia masuk ke dalam 10 negara teramah di dunia. Namun kenyataannya kita sebagai warga Negara Indonesia sendiri melihat sesuatu hal yang berbeda.
Kita
memang patut bersyukur jika orang lain menilai bangsa kita termasuk
yang ramah, ini sebagai dorongan buat kita untuk berperilaku lebih baik
lagi sebagai bangsa. Hanya saja penilaian ini perlu juga sebagai bahan
koreksi untuk diri kita sendiri.
Realitas
yang terjadi sehari-hari, amat sering kita melihat kekerasan yang
terjadi pada bangsa ini. Setiap hari kita dijejali informasi dari media
massa berita-berita tentang kerusuhan, tawuran, demo dan kekerasan
lainnya di berbagai pelosok daerah. Motifnya macam-macam, ada yang tidak
jelas karena sekedar tersenggol saja bisa menjadi tawuran antar warga
sampai kerusuhan bermotif politik karena para pendukung politik tidak
mau kalah karena jagoannya sampai kalah sehingga tidak mendapatkan kursi
kekuasaan.
Pelakunya
juga beragam dari anak-anak remaja sampai orang tua, dari orang yang
tidak berpendidikan sampai yang berpendidikan. Pertanyaannya adalah
fenomena seperti apakah sekarang ini? Mengapa orang-orang saat ini mudah
sekali emosi, apakah sudah tidak ada lagi kesabaran yang dimiliki oleh
orang-orang Indonesia yang terkenal ramah dan santun dalam berperilaku?
Perubahan Perilaku
Peradaban
modern satu sisi memberikan kemajuan dan kemudahan bagi kehidupan
manusia, namun disisi lain peradaban modern memberikan tekanan hidup
yang jauh lebih berat lagi. Tekanan hidup yang semakin berat ini telah
memberikan sumbangan untuk perkembangan emosional yang labil untuk
manusia saat ini. Akibatnya amat mudah dirasakan jika ada sesuatu yang
tidak sesuai maka emosi mudah tersulut dan terprovokasi.
Sekarang
ini dengan mudah kita melihat perusakan aset-aset Negara karena demo,
tawuran pelajar atau tawuran antar warga, belum lagi persaingan antar
elit politik yang menggiring para pengikutnya untuk saling berbenturan
dengan pendukung lainnya yang berakibat pembakaran dan perusakan
kantor-kantor pemerintah, tentu ini amat memprihatinkan kita semua.
Bisa
jadi perubahan perilaku orang-orang Indonesia terjadi karena adanya
pergeseran nilai-nilai kehidupan. Sebelumnya nilai-nilai moral dan agama
begitu melekat, namun saat ini nilai-nilai itu mulai ditinggalkan
sehingga kehilangan pedoman hidup. Ketika seseorang sudah kehilangan
pedoman hidupnya maka hidupnya mudah terombang-ambing. Ajaran Islam
menyatakan dalam salah satu ayat Al-Qur’an “Jadikanlah sholat dan sabar
menjadi penolong mu.” Itu artinya jika setiap diri kita memiliki
kesabaran niscaya kegaduhan dan kerusuhan yang terjadi tidak akan pernah
ada. Sifat memaklumi lebih menonjol daripada emosi, sehingga akal sehat
menjadi panglima bagi tingkah laku kita. Sifat saling memaafkan di
kedepankan, akhirnya kehidupan
bertoleransi menjadi indah karena dipenuhi oleh orang-orang yang berjiwa
pemaaf yang tidak mudah terprovokasi oleh orang lain yang ingin
memanfaatkan diri kita untuk melakukan kerusakan dan ketertiban hidup
manusia.
Alangkah
indahnya jika manusia Indonesia berkembang menjadi manusia yang penuh
kasih sayang ditengah-tengah perbedaan-perbedaan kultur dan ideology
politik. Manusia yang mampu mengedepankan akal budi daripada hawa nafsu
dan emosinya. Dengan begitu pembangunan bangsa Indonesia akan lebih
sempurna lagi. Semoga semua pihak bisa bergerak, termasuk media massa
sebagai alat pembangun moral manusia mempunyai peran yang sangat
strategis.
0 komentar
Posting Komentar