Sorotan publik tentang gaya hidup pejabat sampai detik ini belum juga
surut. Publik menilai gaya hidup yang dilakukan oleh para pejabat
tidaklah layak dan pantas manakala kehidupan rakyat masih dalam
kemiskinan. Kepekaan pejabat dipertanyakan dan diuji apakah yang mereka
tampilkan sesuai dengan kalayakan bermasyarakat? Tentu saja dalam
menjawabnya perlu kebijaksanaan, sehingga kita dapat berlaku dan
berpikir dengan jernih dan adil.
Atas nama hak asasi manusia apa
yang mereka lakukan tentu adalah alasan yang tepat bagi mereka untuk
berlaku demikian. Bukankah yang mereka lakukan adalah menikmati hasil
dari jerih payah mereka sendiri? Apalagi tidak ada hukum dan
Undang-undang yang mengatur tentang pembatasan gaya hidup. Dalam hal
apapun Kita enggak bisa melarang orang untuk menikmati kekayaannya.
Kalau anggota DPR pakai mobil Bentley punya sendiri, kita enggak bisa
melarang. Kita hanya bisa bertanya, apakah pantas sebagai pejabat
publik?
Pada zaman reformasi saat ini, setiap warga bebas
mempertontonkan kekayaan hasil kerjanya. Hanya Negara sosialis saja yang
bisa melarang-larang. Itulah mengapa para pejabat merasa berhak untuk
melakukan gaya hidup yang mereka mau. Kini mereka merasa terusik karena
kebebasan mereka seperti dipenggal dan dibatasi hanya karena sorotan
publik.
Ketika isu ini digelinding menjadi bola api, tentu perkara
ini tidak akan pernah habis-habisnya. Mengapa? sesungguhnya tentang
gaya hidup yang mewah dari jaman dahulu sudah ada, dan sekarang bukanlah
hal yang asing. Kalau sekarang hal ini menjadi ramai, bisa jadi publik
melihat adanya tidak ada kearifan oleh pejabat dalam mempertontokan
kemewahan, sementara ada rakyat yang mencari uang RP. 5000 sehari saja
sangat sulit, ditambah lagi persoalan bangsa ini yang sudah overload.
Publik menjadi gemas manakala korupsi tidak pernah hilang dari bumi
Indonesia dan gaya hidup para pejabat dikhawatirkan menjadi pendorong
bagi mereka untuk melakukan tindak korupsi. Sebagai pelampiasannya
pejabat menjadi tempat yang pas untuk menumpahkan kekesalan dan
kelelahan atas persoalan bangsa yang tidak pernah selesai.
Sebenarnya
kita sebagai anak bangsa tidak perlu meramaikan persoalan ini, jika
kita semua dalam kehidupan sehari-hari menjalankan tatanilai yang
terkandung dalam Al-Qur’an. Sehingga energi kita dapat disalurkan kepada
permasalahan lain yang membutuhkan perhatian kita semua.
Jika
kita amati dan pahami isi kandungan Al-Qur’an diantaranya dijelaskan
bagaimana seharusnya kita menjalankan gaya hidup. Seperti halnya
Rasulullah dan para khalifah sebagai pemimpin negara memberikan teladan
bagi kita semua untuk berlaku hidup sederhana. Bagi Tuhan sendiri
bukanlah sebuah dosa jika manusia memiliki kekayaan atau emas sebesar
gunung sekalipun. Hanya yang jadi persoalan adalah bagaimana mental
manusia itu jika memiliki kekayaan sebanyak itu.
Dalam Al-Qur’an dijelaskan (QS. Al Hadiid 57 :20)
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah
antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak,
seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian
tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian
menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan
dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain
hanyalah kesenangan yang menipu.
Ayat diatas menjelaskan
bahwa hakekatnya kehidupan ini hanya sementara sekaligus menawarkan
kesenangan yang menipu. Apa yang kita miliki di dunia sebenarnya amat
riskan untuk lepas atau hilang dari genggaman kita. Jadi tdak ada yang
abadi di dunia. Kematian telah mengajarkan kepada manusia bagaimana
harta dan kekayaan yang sudah diusahakan tidak akan pernah bisa dibawa
mati. Namun demikian bukan berarti kita tidak perlu semangat untuk
mencari kekayaan karena sesungguhnya kekayaan menjadi point positif
dalam hidup kita jika kita gunakan untuk sarana ibadah. Yang menjadi
masalah adalah jika kekayaan itu dijadikan sebagai gaya hidup untuk
bermewah-mewahan. Sesuai dengan ayat diatas Allah menyorot sekaligus
tidak menyukai orang yang bermegah-megahan dan bangga diri, karena
perilaku seperti ini akan membuat manusia menjadi lalai, seperti yang
dijelaskan dalam surat At Taakatsur 102 : 2 dan 8.
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu
kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).
Ayat
ini berlaku untuk semua umat manusia baik sikaya maupun si miskin.
Karena sesungguhnya sikap bermegah-megahan tidak harus hidup dalam
keadaan kaya raya. Orang miskin pun bisa bersikap bermegah-megahan.
Tentu sesuai dengan kehidupan sosialnya. Allah Maha Mengetahui segala
isi hati manusia mana kala terbersit dalam akal dan pikirannya untuk
bersikap bermegah-megahan dan berbangga-banggaan. Orang yang menggunakan
kaos oblong pun bisa bangga dan bersikap sombong, itu kaos oblong
loh….apalagi yang lain.
Jadi kesimpulannya adalah hakekatnya
bagaimana manusia mampu menjalankan kehidupannya sehari-hari sesuai
ajaran Al-Qur’an. Para pejabat yang memiliki kekayaan dan kemewahan, ia
akan rendah hati. Tidak ada masalah bagi mereka untuk memiliki itu semua
asal dilakukan dengan cara-cara yang halal. Dengan kekayaannya mereka
juga membantu orang banyak. Begitu juga dengan orang kebanyakan tetap
harus menerapkan hidup yang sederhana tanpa berlaku bermewah-mewahan
dalam hidupnya yang sederhana . Sehingga kita hidup dalam keadaan
situasi yang selalu normal dan tenang. Semoga bangsa kita yang sedang
diberikan bencana moral dapat lepas dari permasalahan ini menuju bangsa
yang lebih bermartabat lagi.
0 komentar
Posting Komentar